Sabtu, 05 September 2020

Komitmen GGF dalam Menerapkan Ekonomi Sirkular untuk Bumi yang Lebih Lestari

Pagi yang cerah, hiruk-pikuk pedagang di pasar tradisional terdengar riuh. Dengan tetap memakai masker aktivitas jual beli berjalan normal. Walau tentu saja suasana tak seramai saat sebelum pandemi. Saya sedang menunggu nanas yang saya beli dikupaskan oleh penjualnya, lalu diberikan kepada saya beserta kulit buahnya untuk saya olah menjadi eco enzyme. Tapi sayangnya kulit nanas yang saya bawa juga tidak banyak, karena keterbatasan wadah yang saya miliki. Jadi tentu saja kulit nanas itu akan berakhir menjadi sampah bertemu dengan sisa buah dan sayur yang lainnya.

Permasalahan sampah baik organik dan non organik saat ini memang menjadi isu global dan mendapat perhatian dari berbagai pihak. Karena sampah yang ditimbulkan dari aktivitas manusia dan kegiatan industri telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan Bumi, pemanasan global, hilangnya keanekaragaman hayati akibat penebangan hutan, kualitas udara yang buruk seakan menunjukkan bahwa bumi saat ini tidak sedang baik-baik saja.

Bahkan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengakui bahwa tantangan persoalan sampah di Indonesia masih sangat besar. Jumlah timbunan sampah dalam setahun sekitar 67,8 juta ton, dan akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Membayangkan lima sampai sepuluh tahun ke depan, akan seperti apa rupa bumi ini membuat saya merasa prihatin.

Diperlukan sebuah upaya preventif yang bisa merubah pola pikir tentang dampak sampah bagi kehidupan. Kesadaran akan budaya hidup minim sampah sangat diperlukan untuk menjadi garda depan dalam meminimalkan makin bertambahnya sampah. Terutama sampah non organik yang membutuhkan waktu sangat lama untuk bisa terurai.  

Bagaimana dengan perusahaan? Perusahaan yang bergerak di bidang pangan tentu akan memiliki permasalah terkait limbah yang dihasilkan dari aktivitas produksi. Hal ini direspon dengan cerdas oleh GGF dengan berkomitmen menerapkan ekonomi sirkular untuk bumi yang lebih lestari. Kebijakan ini sejalan dengan semangat yang diusung dalam World Economic Forum yang menyatakan bahwa prinsip ekonomi sirkular bertujuan untuk merancang ulang limbah yang dioptimalkan untuk dapat digunakan kembali.

Pada webminar GGF tanggal 13 Agustus 2020 series 3 yang mengusung tema Pemanfaatan Limbah Produksi GGF dengan Konsep Circular Economy yang Berkelanjutan ditegaskan bahwa dengan adanya batas-batas lingkungan yang terlewati akan diikuti menurunnya daya dukung bumi akibat aktivitas manusia yang terus meningkat.  Maka ekonomi sirkular harus terus disosialisasikan dan dilaksanakan untuk menjaga kelestarian bumi. Salah satu ciri perusahaan berkelanjutan ialah benar-benar meniadakan sampah, ungkap Jalal Co Founder A+ CSR Indonesia.

Di Indonesia penerapan ekonomi sirkular memang belum sepenuhnya maksimal. Berdasarkan Laporan Circular Gap Report tahun 2020 yang sudah menerapkan prinsip ekonimi sirkular baru di angka 8,6 persen saja. Ini menunjukkan bahwa masih ada 91,4 persen kegiatan di bidang ekonomi yang masih menghasilkan limbah atau sampah.


Menurut Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, prinsip utama yang ada pada sirkular ekonomi adalah 5R, yaitu Reduce (pengurangan material mentah dari alam), Reuse (optimalisasi penggunaan material yang dapat digunakan kembali, Recycle (penggunaan material hasil dari proses daur ulang), Recovery (proses perolehan kembali), dan Repair (melakukan perbaikan).

Tentang GGF

Great Giant Foods adalah perusahaan yang menghasilkan beragam produk, seperti buah nanas, pisang, jambu Kristal, melon, jus segar, tapioka, juga bergerak di bidang peternakan sapi. Produk unggulan dari GGF adalah nanas kaleng yang diekspor ke berbagai negara. Bahkan ekspor nanas kaleng dari GGF menduduki peringkat ketiga dunia. Dengan luas lahan mencapai 32.000 hektar di Lampung Tengah, menjadikan usaha ini juga menyerap tenaga kerja sehingga berkontribusi pada pengurangan pengangguran.

GGF dan Pengelolaan Limbah

Dengan tingkat produksi yang sangat tinggi, bisa dibayangkan besarnya limbah kulit nanas yang dihasilkan oleh perusahaan. Untungnya GGF menjawab tantangan ini dengan menerapkan ekonomi sirkular secara konsisten dan terencana.

Senior Manager Sustainability GGF Arief Fatullah menyatakan, “PT Great Giant Foods sejatinya belajar dari kearifan lokal petani Indonesia yang memiliki kebiasaan bertani juga beternak. Di mana kotoran ternak itu akan dijadikan pupuk bagi tanaman, lalu batang tanaman  digunakan untuk pakan ternak. Prinsip inilah yang mendasari GGF makin mantap menerapkan ekonomi sirkular dalam kegiatan usahanya.

Misalkan untuk nanas, mahkota buah yang ada akan dikembalikan ke lahan untuk dijadikan bibit. Batang diolah menjadi enzim bromelain,buah yang masih menempel pada kulit nanas dijadikan cocktail buah.  Daun diolah dijadikan kompos dan dikembalikan ke lahan untuk memberi nutrisi tanah.  Lalu kulit nanas diolah untuk dijadikan pakan ternak sapi.

Kotoran sapi yang ada dijadikan biogas dan pupuk. Lalu untuk unit produksi yang mengolah singkong menjadi tapioka, kulit singkongnya juga dikembalikan ke lahan. Dan untuk limbah cair dari produksi nanas dan tapioka digunakan untuk biogas sebagai sumber energi.

Namun disadari oleh GGF bahwa dalam penglolaan limbah membutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak. Maka dari itu, GGF juga melibatkan masyarakat sekitar sebagai mitra dalam upaya menerapkan ekonomi sirkular.

Sebagai contoh, untuk pisang yang di bawah standar, GGF menjalin kemitraan dengan UMKM sekitar dan melakukan pendampingan tata laksana pengolahan pisang cavendish agar bisa diolah menjadi keripik pisang. Hal ini mengingat pisang cavendish memiliki kadar air cukup tinggi dibandingkan pisang kepok yang biasa dibuat keripik. Lalu untuk cacahan buah pepaya dan jambu Kristal diberikan kepada mitra sebagai pakan sapi, ayam, ikan, dan bebek. Juga diberikan pada mitra yang memproduksi magot.

Selain nanas, di lahan juga banyak ditanam bambu yang memiliki fungsi strategis. Akar bambu akan memiliki fungsi menyerap air sehingga menjaga kelestarian sumber daya air di sekitar lahan. Sumber air atau yang biasa disebut embung akan digunakan untuk menyiram tanaman nanas saat musim kemarau tiba. Sehingga kebutuhan tanaman nanas akan air bisa terpenuhi.

Lalu untuk bambu yang tua, akan digunakan untuk menyangga batang pisang dan sebagian dijadikan pupuk.

Bagaimana dengan sampah plastik? GGF menjawab permasalahan plastic ini dengan melakukan pengurangan terhadap penggunaan plastik dan juga mendaur ulang kembali. Seperti buah pisang yang dulu dibungkus plastik, sekarang diganti dengan karton. Lalu net foam pembungkus jambu akan dikirim ke banana plantation yang digunakan untuk menjaga agar buah pisang tidak lecet. Untuk drum plastik akan digunakan kembali menjadi siku saat packing kemasan.

Terkait dengan masalah plastik GGf memiliki cita-cita bahwa biomassa yang dihasilkan oleh GGF suatu hari kelak bisa diolah menjadi bioplastik.

Hal yang patut diapresiasi. GGF juga berkomitmen untuk bisa memberikan produk yang bermanfaat bagi manusia, lingkungan dan tetap berkontribusi positif bagi kelestarian bumi. Dengan menerapkan ekonomi sirkular berarti GGF turut berpartisipasi aktif menjaga bumi tetap hijau. Konsumen semakin hari semakin cerdas memilih, dengan tetap berpegang teguh pada konsep ekonomi sirkular maka keberadaan GGf akan terus tumbuh dan berkembang tak lekang ditelan zaman.

 

Sumber Referensi

Materi Webminar Great Giant Foods Series 3, 13 Agustus 2020

Kemenperin: Industri Berperan Ciptakan Indonesia Bersih Lewat Konsep “Circular Economy”, kemenperin.go.id. Diakses tanggal 4 September 2020

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung. Silahkan komentar yang baik dan sopan, agar saya bisa mengunjungi balik blog anda.

Rumpu Rampe

Rumpu rampe khas NTT Indonesia memang negara yang kaya baik secara geografis atau pun populasi. Terletak di antara dua benua dan dua samuder...

Popular Posts