Zaman sekarang, siapa yang belum pernah menonton film atau tayangan program di televisi? Rasanya semua pernah menonton, walau tentu saja yang ditonton memiliki genre yang berbeda. Sejauh mana masyarakat sudah cerdas dalam memilih tontonan yang memiliki unsur mendidik? Yuk kita cari tahu lebih jauh.
Hari Kamis, tanggal 11 Oktober 2018 bertempat di Gummati Cafe saya mendapat kesempatan untuk mengikuti acara yang sarat info juga ilmu. Yaitu Talk Show yang diadakan oleh Lembaga Sensor Film Republik Indonesia bekerjasama dengan Tapis Blogger. Tema yang diangkat begitu menarik '' Budaya Sensor Mandiri, Bijak Membentuk Generasi.''
Acara dimulai pukul 09.00 WIB yang diikuti 100 blogger dengan beragam niche. Dengan satu tujuan, yaitu ikut mensosialisasikan bahwa dalam memilih tontonan sebaiknya pilih yang baik dan mengandung unsur mendidik. Setiap orang harus Cerdas Melakukan Sensor Mandiri Demi Melindungi Generasi Berprestasi dan Punya Jati Diri.
![]() |
Ibu Ni Luh Putu Elly Prapti Erawati, M. Pd |
Diawali dengan tampilnya narasumber Ibu Ni Luh Putu Elly Prapti Erawati, M.Pd, Sekretaris Komisi I, Bidang Penyensoran dan Dialog. Tapi, sebelum memberikan materi, Bu Ni Luh mengajak peserta Talk Show untuk melakukan brainstorming terkait apa yang peserta tahu tentang Lembaga Sensor Film? Tugas - tugasnya dan mengapa perlu ada Lembaga Sensor Film?
Pokoknya menerapkan The Power of Question hehe. Kalau disimak sebagian peserta mengetahui bahwa salah satu tugas Lembaga Sensor Film adalah menyensor bagian tertentu dari film yang tidak layak ditampilkan.
Maka sering kita jumpai saat sebuah judul film dimunculkan ada keterangan bahwa film ini telah lolos sensor. Nah, yang melakukannya ya Lembaga Sensor Film Republik Indonesia.
Kemudian diiringi rasa antusias tinggi peserta Talk Show, justru ada hal yang menggelitik saat narasumber bertanya langsung pada peserta.
'' Apakah peserta lebih suka memilih film yang disensor atau tanpa sensor?''
Seketika suasana ruang terdengar riuh bergemuruh. Dan jawaban peserta membuat tercengang saudara - saudara. Ternyata ada peserta yang menjawab memilih tontonan yang tidak disensor dengan alasan agar rangkaian cerita utuh alurnya sehingga dapat feel nya. Gubrak deh saya hehe..Ini seperti terjadi perbedaan antara harapan dan kenyataan.
Tapi secara pribadi saya menyuarakan bahwa lebih memilah dan memilih tontonan yang disuguhkan. Dengan Cerdas Melakukan Sensor Mandiri Demi Generasi Berprestasi dan Punya Jati Diri. Budaya sensor mandiri memang harus dimulai dari diri sendiri. Apalagi sebagai calon ibu, yang menjadi madrasah pertama bagi anak - anak. Rasanya sensor mandiri menjadi kewajiban.
Beruntungnya, saya bisa ikut acara Talk Show bertema ''Budaya Sensor Mandiri, Bijak Membentuk Generasi.''
Karena saya mendapat banyak pengetahuan tentang sensor mandiri. Apalagi di era digital sekarang ini, begitu mudahnya semua orang mengakses apapun yang dimau. Ditambah adanya kecenderungan orang tua yang memberikan fasilitas gadget pada anak tanpa memberikan pendampingan. Yang penting saat ditinggal kerja, anak diam.
Padahal kemajuan teknologi begitu deras, film pun mudah diunduh dengan aplikasi yang tersedia. Sedang anak belum memiliki kemampuan untuk memfilter dengan baik. Ini akan memberikan dampak yang sangat besar bagi pembentukan karakter anak. Ayo kita mengenal lebih jauh tentang Lembaga Sensor film Republik Indonesia.
Apa Itu Lembaga Sensor Film Republik Indonesia?
Lembaga Sensor Film Republik Indonesia adalah sebuah lembaga pemerintah yang berdiri sendiri dan bekerja berdasarkan amanat dari Undang - Undang No. 33 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2014.
Lembaga Sensor Film Republik Indonesia melakukan penelitian dan penilaian film yang diedarkan dan dipertunjukkan kepada khalayak umum untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film dan iklan film.
Maka Lembaga Sensor Film Republik Indonesia mendapat tugas yang berat untuk dapat melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film, iklan film dan melakukan literasi film kepada masyarakat melalui kegiatan sosialisasi sensor mandiri. Melindungi masyarakat juga melindungi generasi muda dari tontonan yang tidak layak.
Apa itu Sensor Mandiri?
Sensor mandiri adalah perilaku secara sadar dalam memilah dan memilih tontonan.
Berdasarkan hasil survey yang didapat Lembaga Sensor Film bahwa sebagian masyarakat Indonesia ternyata lebih memilih tontonan yang bertema horor. Wah ini sungguh memprihatinkan.
Mengapa Perlu Sensor Mandiri?
1. Perkembangan dan Perubahan Teknologi
Dahulu nenek moyang menggunakan isyarat, atau suara - suara untuk berkomunikasi. Kemudian menggunakan surat, telepon rumah, radio, faks, kemudian berkembang lebih luas.
2. Revolusi Digital
Perubahan dari teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital.
3. Konversi Teknologi
Perubahan teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital. Buku, majalah ke ebook, emajalah.
Mesin ketik ke komputer, surat ke surat elektronik. Telpon ke telpon seluler,gramofon ke mp3 atau mp4.
4. Konvergensi Media
Bergabungnya atau terkombinasinya beberapa alat menjadi satu alat. Misal telpon genggam bisa melakukan fungsi menghitung, merekam, memutar lagu, membuat video, juga mengirim pesan.
5. Perubahan Akibat Perkembangan Teknologi
Khalayak dapat berinteraksi dengan media massa, dapat mengisi kontent media massa, dapat mengontrol kapan, di mana dan bagaimana mereka mengakses dan berhubungan dengan informasi.
Bagaimana Menonton Film di Era Digital?
Bagaimana Memilah dan Memilih Tontonan?
Hal - hal yang Perlu Diwaspadai di dalam Film
1. Tidak menghina, melecehkan, menodai, menistakan dan bertentangan dengan Pancasila, UUD Tahun 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, lambang atau simbol negara.
2. Tidak mendorong seseorang untuk melanggar hukum.
3. Tidak mendorong perilaku permisif, yang dapat merusak ketahanan budaya bangsa.
4. Tidak mendorong perilaku konsumtif.
Selain itu, ada juga hal - hal sensitif yang perlu diperhatikan di dalam film. Artinya sebuah film sebaiknya tidak menyinggung hal - hal seperti berikut :
1. Agama
Berkaitan dengan intoleransi, pelecehan, penodaan, dan penistaan.
2. Perjudian
3. Diskriminasi berbau SARA, gender, atau stereotipe.
4. Kekerasan
Berkaitan dengan tayangan mengandung unsur sadisme dan ancaman yang mudah ditiru
5. Narkotika, psikotropika dan zat adiktif ( napza )
6. Pornografi
Terkait pornografi ini sangat cepat menyebar seperti virus dan tentu saja hal tersebut jauh dari nilai ketimuran yang menjadi jati diri bangsa Indonesia. Dibutuhkan sinergi semua pihak, di rumah dalam hal ini orang tua, sekolah, lingkungan juga lembaga terkait untuk dapat memfilter hal yang berbau negatif sehingga generasi muda terlindungi.Di sini peran blogger dan penggiat literasi digital juga sangat diperlukan sebagai perpanjangan tangan dari Lembaga Sensor Film Republik Indonesia yang mendapat amanah untuk melakukan sosialisasi sensor mandiri kepada masyarakat.
Kemudian sesi selanjutnya materi disampaikan oleh Mbak Naqiyyah Syam selaku Ketua sekaligus Founder Tapis Blogger. Mbak Naqi menyampaikan bahwa keluarga harus mengatur jadwal anak saat menonton televisi, aturan menonton, usia menonton, juga yang ditonton.
![]() |
Naqiyyah Syam Dok.pribadi |
Anak juga sebaiknya lebih banyak beraktivitas di luar rumah, bukan fokus bermain gadget. Karena pada lima tahun pertama hidupnya, otak anak berkembang sangat pesat. Bahkan dijabarkan bahwa terlalu banyak gadget akan mempengaruhi fungsi otak dan menyebabkan anak menjadi kurang perhatian terhadap lingkungan sekitar.
Apalagi bila anak sampai terpapar tontonan yang berbau pornografi dampaknya sangat besar antara lain :
1. Tidak bisa menundukkan pandangan yang Allah perintah
2. Melihat aurat dengan bebas
3. Akan membuat ketagihan
4. Menontonnya akan terus melekat dalam pikiran
5. Biasa berujung pada ONANI
6. Waktu dan uang habis dengan sia - sia
7. Daya kerja semakin berkurang
8. Berpengaruh pada rusaknya otak
9. Dampak jelek pada aktivitas seksual
Maka Tips yang bisa dilakukan adalah:
1. Buat jadwal keluarga
2. Beri fasilitas lain seperti buku, alat olahraga, ajak anak jalan - jalan.
3. Orangtua menjadi contoh bagi anak
4. Lingkungan yang mendukung, ini bisa dengan membudayakan saring dahulu sebelum sharing.
Lalu saat sesi sharing ada peserta yang bertanya, bagaimana cara menasihati orangtua yang kecanduan sinetron sampai mengucapkan kata verbal yang kasar?
Di sini Bu Ni Luh Putu dan Mbak Naqi berbagi tips yang hampir sama bahwa menasihati orangtua tidak mudah, tapi mulai saja dengan diajak ngobrol dari hati ke hati, sehingga jika niat baik pada akhirnya akan berakhir baik. Walau tentu saja tidak mudah.
Banyak peserta yang bertanya dan senangnya dapat kenang - kenangan dari Lembaga Sensor Film Republik Indonesia dan Tapis Blogger. Sudah dapat ilmu dapat hadiah pula.
![]() |
Wajah sumringah Dok. Latifah |
![]() |
Berfoto bersama Dok. Latifah |
Bagaimana pun orang tua seharusnya menjadi teladan bagi anak - anak dengan memberikan contoh perilaku dan tontonan yang baik.
Cerdas dalam melakukan sensor mandiri memang harus menjadi budaya kita semua, demi melindungi generasi penerus bangsa. Mari dorong generasi muda untuk menggunakan energi dan jiwa kreatifnya untuk berkarya pada hal positif.
Selamatkan generasi muda dengan cerdas melakukan sensor mandiri demi mewujudkan generasi berprestasi dan punya jati diri.
Sumber Referensi
Buku Saku Sosialisasi Sensor Mandiri, Lembaga Sensor Film Republik Indonesia, Tahun 2017
Pdf Materi Sosialisasi Sensor Mandiri, 2018
Pdf Materi Ketua Tapis Blogger Naqiyyah Syam , 2018
Komplit sekali ya Bu. Hihihihi. Beruntung deh aku ikutan. Jadi bisa ketemu mbak deh ��
BalasHapusTulisan Mbak Linda seru, enak n segar kayak makan pecel. Hihihi. Terimakasih, ya. Jadi tambah mengerti bagaimana kita seagai orangtua membentengi anak-anak.
BalasHapus